Karanganyar—Sekolah dilarang menjual seragam, buku, dan LKS dalam
penerimaan peserta didik baru (PPDB) atau penerimaan siswa baru tahun ajaran 2012/2013.
Instansi terkait akan megawasi PPDB di setiap sekolah.
Sesuai PP No
17/2010 tentang Pengelolaan Pendidikan dan Permendikbud N0 60/2011 tentang
Pemungutan Pendidikan, kepala sekolah dilarang mengelola keuangan sekolah.
Penjelasannya, setiap sekolah dilarang menjual seragam baru, buku dan LKS
kepada siswa baru.
Selama ini,
pihaknya juga menyosialisasikan larangan tersebut kepada sekolah. “Kami akan
memonitor setiap sekolah selama proses PPDB. Kepala sekolah yang terbukti
menjual seragam akan diberi sanksi.”
jelasnya.
Sumber: Koran O
(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)
Oh, kalo saya
tentu sangat setuju.
Menurut saya,
dengan adanya peraturan tersebut berarti dapat mengurangi tingkat korupsi yang
terjadi di ranah dunia pendidikan. Emang di sekolah ada korupsi? Bisa saja kan?
Di sekolah
maupun dunia pendidikan bukan tidak mungkin lho tercipta sebuah perbuatan kotor
semacam penebaran jentik-jentik korupsi sejak dini. Dan yang ingin saya bahas
disini ‘kebetulan’ pelaku korupsinya adalah guru. Korbannya? Tentu saja para
siswa.
Jadi begini,
kita semua tahu korupsi itu tindakan keparat yang paling dosa. Kalo kata Sujiwo
Tejo, ‘Korupsi lebih parah dibanding
menginjak kitab suci’. Sekecil apa pun itu, kalo sudah tercium aroma
korupsi ya tetap saja korupsi.
Dulu saya
(sebagai seorang siswa) sering mendapat LKS baru yang dijual oleh para Guru
mapel. Biasanya harga LKS-nya standar, yaitu Rp. 4500,- saja. Tapi, biasanya
pula, si Guru malah menjualnya seharga Rp. 5.000 rupiah.
Mungkin alasan
mereka, mereka melakukannya supaya memudahkan saat pembayaran alias harganya
dibulatkan, dari 4.500 menjadi 5000.
Lah, itu
bukannya korupsi?
Masih mending
kalo sisa uang lima ratus rupiah itu dikasihkan untuk kas kelas, atau diberikan
untuk hal yang bersifat positif lainnya. Tapi bagaimana kalo sisa uang tersebut
masuk ke kantong si Guru?
Lumayan lho,
meski cuman sisa lima ratus rupiah: Rp. 500 x jumlah siswa yang membeli LKS.
Kalo jumlah siswanya 100, si Guru sudah untung Rp. 50. 000. Padahal jumlah
siswa satu angkatan ada berapa? Banyaaaak banget.
Artinya, secara
material, si Guru akan mendapatkan keuntungan yang lumayan banyak—tanpa harus
kerja keras.
Nah, kalo hal
semacam itu terus menerus dibiarkan, mau jadi apa dunia pendidikan kita? Contoh
yang saya terangkan diatas hanya sedikit dari banyaknya praktek korupsi secara
tidak langsung, yang tumbuh dan bernyawa di lingkup sekolah.
Mungkin praktek
itu pula, secara tidak langsung juga akan mempengaruhi kesadaran berkorupsi
dalam hati siswa sejak dini. Padahal siswa yang sedang dididik oleh Guru Korup
adalah calon penerus generasi bangsa. Apa nanti yang akan terjadi? Kasian sang
Ibu Pertiwi..
(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)
Matur nuwun sudah kersa pinarak
ke gubuk kecil saya
0 komentar:
Posting Komentar
Thanks for Reading. Follow my instagram account @abadikanmu and see you there!