Pages

Sabtu, 23 Juni 2012

Jentik-Jentik Korupsi Di Lingkup Sekolah



Karanganyar—Sekolah dilarang menjual seragam, buku, dan LKS dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) atau penerimaan siswa baru tahun ajaran 2012/2013. Instansi terkait akan megawasi PPDB di setiap sekolah.

Sesuai PP No 17/2010 tentang Pengelolaan Pendidikan dan Permendikbud N0 60/2011 tentang Pemungutan Pendidikan, kepala sekolah dilarang mengelola keuangan sekolah. Penjelasannya, setiap sekolah dilarang menjual seragam baru, buku dan LKS kepada siswa baru.

Selama ini, pihaknya juga menyosialisasikan larangan tersebut kepada sekolah. “Kami akan memonitor setiap sekolah selama proses PPDB. Kepala sekolah yang terbukti menjual seragam akan diberi sanksi.” jelasnya.

Sumber: Koran O

(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)

Apa kamu setuju dengan peraturan baru diatas?

Oh, kalo saya tentu sangat setuju.

Menurut saya, dengan adanya peraturan tersebut berarti dapat mengurangi tingkat korupsi yang terjadi di ranah dunia pendidikan. Emang di sekolah ada korupsi? Bisa saja kan?

Di sekolah maupun dunia pendidikan bukan tidak mungkin lho tercipta sebuah perbuatan kotor semacam penebaran jentik-jentik korupsi sejak dini. Dan yang ingin saya bahas disini ‘kebetulan’ pelaku korupsinya adalah guru. Korbannya? Tentu saja para siswa.

Jadi begini, kita semua tahu korupsi itu tindakan keparat yang paling dosa. Kalo kata Sujiwo Tejo, ‘Korupsi lebih parah dibanding menginjak kitab suci’. Sekecil apa pun itu, kalo sudah tercium aroma korupsi ya tetap saja korupsi.

Dulu saya (sebagai seorang siswa) sering mendapat LKS baru yang dijual oleh para Guru mapel. Biasanya harga LKS-nya standar, yaitu Rp. 4500,- saja. Tapi, biasanya pula, si Guru malah menjualnya seharga Rp. 5.000 rupiah.

Mungkin alasan mereka, mereka melakukannya supaya memudahkan saat pembayaran alias harganya dibulatkan, dari 4.500 menjadi 5000.

Lah, itu bukannya korupsi?
Masih mending kalo sisa uang lima ratus rupiah itu dikasihkan untuk kas kelas, atau diberikan untuk hal yang bersifat positif lainnya. Tapi bagaimana kalo sisa uang tersebut masuk ke kantong si Guru?

Lumayan lho, meski cuman sisa lima ratus rupiah: Rp. 500 x jumlah siswa yang membeli LKS. Kalo jumlah siswanya 100, si Guru sudah untung Rp. 50. 000. Padahal jumlah siswa satu angkatan ada berapa? Banyaaaak banget.

Artinya, secara material, si Guru akan mendapatkan keuntungan yang lumayan banyak—tanpa harus kerja keras.

Nah, kalo hal semacam itu terus menerus dibiarkan, mau jadi apa dunia pendidikan kita? Contoh yang saya terangkan diatas hanya sedikit dari banyaknya praktek korupsi secara tidak langsung, yang tumbuh dan bernyawa di lingkup sekolah.

Mungkin praktek itu pula, secara tidak langsung juga akan mempengaruhi kesadaran berkorupsi dalam hati siswa sejak dini. Padahal siswa yang sedang dididik oleh Guru Korup adalah calon penerus generasi bangsa. Apa nanti yang akan terjadi? Kasian sang Ibu Pertiwi..

(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)

Matur nuwun sudah kersa pinarak ke gubuk kecil saya

0 komentar:

Posting Komentar

Thanks for Reading. Follow my instagram account @abadikanmu and see you there!