Posting ini merupakan kelanjutan dari posting
sebelumnya di: Ngebis ke Pantai Siung. Sebab saat itu pasca berkunjung
menikmati Pantai Siung, saya dan teman-teman yang lain melanjutkan trip ke Pantai Baron.
Kok judulnya Siswa SMK ML di Pantai Baron? Emang ada video bokepnya ya?
Kalo kamu yang ngeklik link dan tiba di posting ini
karena berharap menemukan video sepasang siswa SMK lagi kebelet berkembang biak
sebelum waktunya, mohon maaf sekali, kamu harus menyesal. Nggak ada video
apapun di posting ini. Adanya cuman foto. Dan bukan foto mesum.
ML yang saya maksud disini ialah ML = Memandangi Laut. Jadi, kalo Siswa SMK
ML di Pantai Baron artinya… Siswa SMK
Memandangi Laut di Pantai Baron.
Karena ya memang itu yang saya lakukan bareng
temen-temen di Pantai Baron, mainan
air, tamasya, sekalian memandangi laut.
Ah, Baron. Pantai
Baron.
Dulu sebelum berangkat, sehari sebelumnya saya sempet
ketemu sama Pakdhe Raya S. Jokondokondo. Pakdhe yang nyentrik plus berambut
lebat ini ngasih celetukan khasnya.
‘Mas Bin, sampeyan tahu ndak kenapa pantai itu
dinamakan Pantai Baron?’ Beliau
bertanya.
Saya menggeleng. ‘Ndak tahu Pakdhe, emang Pakdhe
tahu?’
‘Hahahaha…’ Dengan centil, eh Pakdhe Raya mengedipkan
satu mata. ‘Ya jelas tahu lah..’
‘Kenapa dinamakan Pantai
Baron, Pakdhe?’
‘Jadi gini, dulu ada sebuah pantai yang kabur dari
penjara. Dia pantai kriminal yang sangat kejam. Setelah kabur, para polisi
langsung mencarinya kemana-mana. Tapi sampai sekarang pantai itu belom ketemu.
Nah, dari situ muncullah nama, Pantai ini disebut Baronan!’
Saya bengong mikir panjang. Ini yang bego siapa, ya?
‘Itu BURONAAAAANN, PAKDHEEEE….! BUKAAAN
BARONAAAAANN…!!’
‘Huahahaha… huahahaha…. Ya maaf, Mas. Mana saya tahu
kalo udah ganti nama. Huahahaha.’ Tawa Pakdhe Raya menyembul keluar.
Menggelegar. Ah, dasar!
(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)
Cukup ya, basa-basinya.
Kini, mari saya ceritakan tentang petualangan saya Ml
di Pantai Baron.
Mulai masuk bus kami serombongan dari Pantai Siung otw
ke destinasi kedua: Pantai Baron.
Jarak kedua pantai ini cukup bikin saya mual dan akhirnya (lagi-lagi) mabok.
Jaraknya sejauh 6 kilo.
Dalam perjalanan antar dua pantai ini, saya disuguhi
banyak panorama pantai-pantai lain. Dengan kata lain, rute ke Pantai Baron setidaknya melewati empat
pantai. Antara lain Pantai Indrayanti, Sundak, Krakal dan Drini.
Nah pas tiap ngelewatin pantai-pantai itu, mas-mas TL
nya selalu nyeletuk bikin joke-joke mengenai asal-usul pantai yang nyeleneh.
Sama kayak yang dilakuin Pakdhe Raya tadi.
Ketika melewati Pantai Sundak, mas nya bilang,
‘Disamping kanan kita kali ini adalah tempat wisata Pantai Sundak. Nama Pantai
Sundak diambil dari dua nama hewan, yaitu Asu dan Landak.
Jadi dulu alkisah ada Asu (Bahasa jawa = Anjing)
menjalin hubungan terlarang dengan Landak di Pantai ini. Kedua orangtuanya
nggak setuju. Mereka dikutuk. Jadilah pantai ini. Pantai Sundak.’
Lalu, saat melewati Pantai Krakal, mas nya ngomong,
‘Nah ini adalah Pantai Krakal. Kenapa dinamakan Pantai Krakal? Karena dulu ada
Kera yang melancong jauh meninggalkan desanya. Ditengah perjalanan yang begitu
panas, ia merasa haus dan kakinya pecah-pecah.
Kera itu berdoa kepada Tuhan supaya diberi sesuatu
yang bisa melindungi kulit kalinya. Tuhan pun mengabulkan. Kera itu menemukan
sebuah sandal. Dan rasa hausnya hilang ketika tahu ternyata ia menemukan sandal
di sebual Pantai. Kera dan sandal. Krakal. Begitulah.’
Dan terakhir, ketika melewati Pantai Drini, dengan
singkat mas nya menjelaskan, ‘Nah, ini namanya Pantai Drini. Dinamakan Pantai Drini
karena dulu disini tempatnya jual Bikini. Disini jual Bikini, disingkat Drini.
Hahahah.’
Heuf. Memang Indonesia adalah Negara yang kaya. Kaya
akan SDOA (Sumber Daya Orang Absurd). Dan celetuk-celetuk mas nya tadi sukses
menuai tawa teman-teman. Temen-temen saya pada ketawa, saya nggak. Hlawong saya
mabuk mulu.
Durasi menuju Pantai
Baron ternyata cukup cepet. Cuma memakan waktu 15 menitan. Dan kami pun
tiba di Baron.
Sekilas, kesan pertama yang melekat pada benak saya
ketika mendapati Baron adalah… Pantai ini udah nggak perawan.
Tanahnya ya kebanyakan berupa pasir coklat, bukan
putih. Hal itu berpengaruh ke warna airnya. Airnya yang jernih jadi ikut
berwarna kecoklatan. Adem sih, jernih dan seger juga, tapi kesannya kayak kumuh
gitu. Keperawanannya udah hilang. Entah diperawani oleh apa—atau siapa.
Tapi ya tetep, saya yang awalnya cuma pengen motret
asal jeprat-jepret karena badan saya yang nggak enak—pasca mabok berat, nggak
bisa nahan untuk nggak main air. Cebur-ceburan. Dan ML. Memandangi laut.
Pantai Baron itu rame banget. Rame orang-orang, rame
kapal para nelayan, dan rame orang jualan.
Di sela seluruh keramaian itu, hati saya masih
tertinggal di pantai sebelumnya, Pantai Siung. Dengan segala hiruk pikuknya,
entah kenapa, pantai baron belum mengenai
hati saya.
Seperti orang yang tengah melakoni ritual malam
pertama dan berharap dapat mencicip sebuah keperawanan dari pasangan, dengan
kecewa, Pantai Baron memang perawan
tapi keperawanannya sudah sirna sejak sebelum malam pertama.
(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)
Matur nuwun sudah kersa pinarak
ke gubuk kecil saya
Sebuah gubuk, tempat menabung potongan
kejujuran dan cuplikan angan
0 komentar:
Posting Komentar
Thanks for Reading. Follow my instagram account @abadikanmu and see you there!