Pages

Jumat, 06 Juni 2014

Siswa SMK ML di Pantai Baron

 
Posting ini merupakan kelanjutan dari posting sebelumnya di: Ngebis ke Pantai Siung. Sebab saat itu pasca berkunjung menikmati Pantai Siung, saya dan teman-teman yang lain melanjutkan trip ke Pantai Baron.




Kok judulnya Siswa SMK ML di Pantai Baron? Emang ada video bokepnya ya?

Kalo kamu yang ngeklik link dan tiba di posting ini karena berharap menemukan video sepasang siswa SMK lagi kebelet berkembang biak sebelum waktunya, mohon maaf sekali, kamu harus menyesal. Nggak ada video apapun di posting ini. Adanya cuman foto. Dan bukan foto mesum.

ML yang saya maksud disini ialah ML = Memandangi Laut. Jadi, kalo Siswa SMK ML di Pantai Baron artinya… Siswa SMK Memandangi Laut di Pantai Baron.

Karena ya memang itu yang saya lakukan bareng temen-temen di Pantai Baron, mainan air, tamasya, sekalian memandangi laut.






Ah, Baron. Pantai Baron.

Dulu sebelum berangkat, sehari sebelumnya saya sempet ketemu sama Pakdhe Raya S. Jokondokondo. Pakdhe yang nyentrik plus berambut lebat ini ngasih celetukan khasnya.

‘Mas Bin, sampeyan tahu ndak kenapa pantai itu dinamakan Pantai Baron?’ Beliau bertanya.

Saya menggeleng. ‘Ndak tahu Pakdhe, emang Pakdhe tahu?’

‘Hahahaha…’ Dengan centil, eh Pakdhe Raya mengedipkan satu mata. ‘Ya jelas tahu lah..’

‘Kenapa dinamakan Pantai Baron, Pakdhe?’

‘Jadi gini, dulu ada sebuah pantai yang kabur dari penjara. Dia pantai kriminal yang sangat kejam. Setelah kabur, para polisi langsung mencarinya kemana-mana. Tapi sampai sekarang pantai itu belom ketemu. Nah, dari situ muncullah nama, Pantai ini disebut Baronan!’

Saya bengong mikir panjang. Ini yang bego siapa, ya?

‘Itu BURONAAAAANN, PAKDHEEEE….! BUKAAAN BARONAAAAANN…!!’

‘Huahahaha… huahahaha…. Ya maaf, Mas. Mana saya tahu kalo udah ganti nama. Huahahaha.’ Tawa Pakdhe Raya menyembul keluar. Menggelegar. Ah, dasar!

(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)



Cukup ya, basa-basinya.
Kini, mari saya ceritakan tentang petualangan saya Ml di Pantai Baron.

Mulai masuk bus kami serombongan dari Pantai Siung otw ke destinasi kedua: Pantai Baron. Jarak kedua pantai ini cukup bikin saya mual dan akhirnya (lagi-lagi) mabok. Jaraknya sejauh 6 kilo.

Dalam perjalanan antar dua pantai ini, saya disuguhi banyak panorama pantai-pantai lain. Dengan kata lain, rute ke Pantai Baron setidaknya melewati empat pantai. Antara lain Pantai Indrayanti, Sundak, Krakal dan Drini.

Nah pas tiap ngelewatin pantai-pantai itu, mas-mas TL nya selalu nyeletuk bikin joke-joke mengenai asal-usul pantai yang nyeleneh. Sama kayak yang dilakuin Pakdhe Raya tadi.






Ketika melewati Pantai Sundak, mas nya bilang, ‘Disamping kanan kita kali ini adalah tempat wisata Pantai Sundak. Nama Pantai Sundak diambil dari dua nama hewan, yaitu Asu dan Landak.
Jadi dulu alkisah ada Asu (Bahasa jawa = Anjing) menjalin hubungan terlarang dengan Landak di Pantai ini. Kedua orangtuanya nggak setuju. Mereka dikutuk. Jadilah pantai ini. Pantai Sundak.’

Lalu, saat melewati Pantai Krakal, mas nya ngomong, ‘Nah ini adalah Pantai Krakal. Kenapa dinamakan Pantai Krakal? Karena dulu ada Kera yang melancong jauh meninggalkan desanya. Ditengah perjalanan yang begitu panas, ia merasa haus dan kakinya pecah-pecah.
Kera itu berdoa kepada Tuhan supaya diberi sesuatu yang bisa melindungi kulit kalinya. Tuhan pun mengabulkan. Kera itu menemukan sebuah sandal. Dan rasa hausnya hilang ketika tahu ternyata ia menemukan sandal di sebual Pantai. Kera dan sandal. Krakal. Begitulah.’

Dan terakhir, ketika melewati Pantai Drini, dengan singkat mas nya menjelaskan, ‘Nah, ini namanya Pantai Drini. Dinamakan Pantai Drini karena dulu disini tempatnya jual Bikini. Disini jual Bikini, disingkat Drini. Hahahah.’



Heuf. Memang Indonesia adalah Negara yang kaya. Kaya akan SDOA (Sumber Daya Orang Absurd). Dan celetuk-celetuk mas nya tadi sukses menuai tawa teman-teman. Temen-temen saya pada ketawa, saya nggak. Hlawong saya mabuk mulu.




Durasi menuju Pantai Baron ternyata cukup cepet. Cuma memakan waktu 15 menitan. Dan kami pun tiba di Baron.






Sekilas, kesan pertama yang melekat pada benak saya ketika mendapati Baron adalah… Pantai ini udah nggak perawan.




Tanahnya ya kebanyakan berupa pasir coklat, bukan putih. Hal itu berpengaruh ke warna airnya. Airnya yang jernih jadi ikut berwarna kecoklatan. Adem sih, jernih dan seger juga, tapi kesannya kayak kumuh gitu. Keperawanannya udah hilang. Entah diperawani oleh apa—atau siapa.

Tapi ya tetep, saya yang awalnya cuma pengen motret asal jeprat-jepret karena badan saya yang nggak enak—pasca mabok berat, nggak bisa nahan untuk nggak main air. Cebur-ceburan. Dan ML. Memandangi laut.




Pantai Baron itu rame banget. Rame orang-orang, rame kapal para nelayan, dan rame orang jualan.

Di sela seluruh keramaian itu, hati saya masih tertinggal di pantai sebelumnya, Pantai Siung. Dengan segala hiruk pikuknya, entah kenapa, pantai baron belum mengenai hati saya.




Seperti orang yang tengah melakoni ritual malam pertama dan berharap dapat mencicip sebuah keperawanan dari pasangan, dengan kecewa, Pantai Baron memang perawan tapi keperawanannya sudah sirna sejak sebelum malam pertama.




(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)

Matur nuwun sudah kersa pinarak ke gubuk kecil saya
Sebuah gubuk, tempat menabung potongan kejujuran dan cuplikan angan


0 komentar:

Posting Komentar

Thanks for Reading. Follow my instagram account @abadikanmu and see you there!