Selasa kemarin saya bis-bisan (bukan jalan-jalan) ke
salah satu pantai di kawasan Gunung Kidul. Pantai Siung. Perihal gimana
tempatnya, akomodasinya dan dimana lokasinya, silakan mampir ke gugel. Disini
saya mau cerita tentang perjalanan saya kesana bersama temen-temen saya
sekolah.
Saya membuka mata pukul 04.30. Kalo dulu pas masih
kecil saya suka nyanyi ‘bangun tidur ku terus mandi.. tidak lupa menggosok
gigi..’ Mungkin kali ini saya sadar pada kenyataannya lagu itu salah. Yang
benar harusnya ‘Bangun tidur ku terus nguap.. tidak lupa kucek-kucek mata..’
Begitu lebih realistis.
Seharusnya—saya benci kata seharusnya—pukul setengah
enam bis dari Sragen melintas di daerah Palur, Solo. Tempat saya menunggu
jemputan bis.
Karena perbedaan tempat tinggal, saya berdomisili di
Solo sedangkan teman yang lain berumah di Sragen dan tujuan wisata adalah ke
Gunung Kidul yang rutenya kalo dari Sragen pasti melewati Solo, maka saya
memutuskan untuk memotong rute. Menunggu bis melintas dan menaikinya dari Palur
Solo, tepat di samping lampu merah dekat Giant Palur Plasa.
Pagi itu saya awali dengan rasa sebal. Waktu berjalan
molor. Bus tiba di tempat saya menunggu pukul 06.15. Molor 45 menit dari
jadwal.
Yang saya sebalkan bukan karena busnya dateng telat,
tapi kebiasaan waktu molor yang kayaknya dianggap ‘Budaya’ bagi sebagian orang
yang saya kenal. Dan kenapa waktu molor sering kali kejadian disaat yang nggak
diinginkan.
Kenapa ya waktu molor nggak terjadi disaat yang
diinginkan aja? Kan enak tuh kalo misalnya waktu molor saat lagi… berciuman.
Ah, kalo pas itu sih jangankan waktu yang molor berjam-jam, waktu yang nggak
berjalan pun pasti dijamin betah.
Ketika pintu bus ditutup dan saya duduk di kursi,
perjalanan saya ke Pantai Siung dimulai.
Perjalanan yang menyenangkan. Berada dalam bus bersama
teman-teman yang asyik dan melewati rute jalur ke pantai yang sebelumnya pernah
saya lewati dengan bermotor menimbulkan nuansa nostalgia tersendiri untuk saya.
Pada perjalanan menuju Pantai Siung suasana di bus
begitu senyap. Mungkin hanya suara Trio Dian, Nanto, Hendri yang terdengar
mendominasi karena mereka berkaraoke ria dengan nada-nada yang menyulut tawa.
Sisanya, teman yang lain sibuk terkantuk-kantuk. Sepertinya lengkingan suara
trio diva tadi mampu berefek bak pil CTM. Meninabobokan.
Teman yang lain pengen cepet sampai di Pantai karena
geregetan pengen foto-foto. Saya pengen cepet sampai di Pantai karena was-was
kalo kutukan saya kambuh.
Saya seorang pemabuk berat.
Baiklah, saya ralat. Saya seorang pemabuk DARAT berat.
Umumnya lelaki di cap sebagai buaya darat. Kalo saya
seringnya di cap sebagai pemabuk darat.
Iya, saya orangnya mabukan. Dan saya adalah tipe orang
yang tersugesti untuk nggak percaya sugesti. Sugesti bagi orang mabukan adalah
biar nggak mabuk dianjurkan duduk di depan, ada yang bilang biar nggak mabuk
minum obat antimo, juga ada yang menyarankan supaya nggak mual pas masuk bis
hidung harus dijepit rapat-rapat.
Semua sugesti itu nggak berefek pada diri saya. Mau
minum obat, mau jepit hidung, duduk depan, dengerin musik, tetep nggak berubah.
Makanan yang sebelumnya saya telan akan tetap menghambur keluar mengisi plastik
kresek hitam.
Benar saja. Baru satu jam perjalanan perut saya
seperti diaduk-aduk. Rasa mual merambati sekujur tubuh. Bagai Godzilla yang
menyemburkan sinar laser ke arah lawan, hooooeeekkkk. saya adalah si Godzilla
dan plastik kresek hitam di tangan saya bagaikan musuh yang menantang untuk
dihabisi dengan semburan laser. Saya muntah. Berkali-kali.
Malu sih, kalo dikatain sebagai anak cowok kok
mabukan. Tapi ya mau gimana lagi, dari kecil saya memang sudah terlahir sebagai
Dewa Mabuk. Bagai Van Helsing yang berubah menjadi Wolfman kalo terkena sinar
bulan purnama, saya pun berubah jadi Godzilla kalo berpergian jauh menggunakan
kendaraan beroda lebih dari dua.
Sebenarnya saya kasihan sama teman lain. Ketika saya
memasuki bus dari Solo tadi sebenarnya mereka baru saja disodori sebuah beban
masalah: Saya.
Teman-teman silih berganti mengurusi saya saat mabuk.
Mereka seperti estafet, mana yang luang menyediakan tangan untuk mengurusi saya
yang sibuk memuntahkan sinar laser ke musuh saya, Si Kresek Hitam.
Tapi kadang dari saya yang mabuk berat itu, malah
timbul lelucon-lelucon yang dilempar oleh mas-mas guidenya dan bisa memecah
suasana. Bahkan temen saya, citra, malah main tebak-tebakan apa warna muntahan
saya yang keluar tiap denger saya mengeluarkan suara HOOOEEEKKK.
Memang dia begitu perhatian. Saya curiga kalo saat itu
ada temen sakit diare mungkin dia juga menebak kira-kira feses yang keluar
warnanya apa.
Pukul 10 lewat empat puluh lima kami tiba di Pantai
Siung. Saya buru-buru keluar dari bus. Melarikan diri dari kutukan Arwah
Godzilla.
Begitu saya menginjak pasir pantai, disuguhi deru
ombak dan dikerubungi oksigen. Saya kembali menjadi manusia normal—bukan lagi
manusia setengah Godzilla. Sejak saat itu saya jadi berkesimpulan ‘Nggak ada AC
merk apapun yang bisa ngalahin O2 dari Sang Pencipta.’
Bener hlo. Sekalinya saya menghirup udara bebas,
kesehatan saya langsung pulih. Temen saya, Diana, sampai nyeletuk ‘Kamu itu,
dasar! Kalo sampai di tempat wisata mendadak sehat tapi kalo di bus pasti kayak
orang lemes.’
Hahahaha. Nggak tahu korelasinya apa, tapi oksigen memberi
saya keajaiban yang muncul seketika.
Dannnnn…
Ah, ketemu pantai lagi. Rasanya saya pengen duduk di
tepi ombak, selonjoran memandang laut lepas seharian. Ditemani perempuan
tercinta. Berdua berciuman mesra dihadapan pemandangan senja. Menikmati waktu
yang molor tanpa sia-sia.
Saya nggak menyesal sempat menjadi Godzilla. Rasa
kangen sama pantai akhirnya terobati. Memang untuk mendapatkan yang indah tak
pernah diawali dengan perjuangan yang mudah.
Momen di Pantai Siung adalah salah satu yang terindah.
Terimakasih teman-teman.
Terimakasih Pantai Siung.
Terimakasih Plastik Kresek Hitam.
Saya janji, akan ke pantai lagi. Nanti.
(.‘’)(‘’.) (.‘’)(‘’.)
Matur nuwun sudah kersa pinarak
ke gubuk kecil saya
Sebuah
gubuk, tempat menabung potongan kejujuran dan cuplikan angan
1 komentar:
Ayuh mangkat..
Posting Komentar
Thanks for Reading. Follow my instagram account @abadikanmu and see you there!